MUTU SIMPLISIA
BAB 1
PENDAHULUAN
I.I Tujuan
Mempelajari
cara pembuatan simplisia nabati dari
beberapa macam tumbuhan obat
I.II Dasar Teori
Simplisia adalah bahan alam yang
digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali
dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1979) Simplisia terbagi
atas 3, yaitu :
1)
Simplisia Nabati
Simplisia
yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan
ketiganya. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya, berupa
zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya dengan cara tertentu dipisahkan,
diisolasi dari tanamannya. (Gunawan, 2004)
2)
Simplisia Hewan
Simplisia
berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum
berupa bahan kimia mumi (minyak ikan / Oleum
iecoris asselli, dan madu / Mel
depuratum). (Gunawan, 2004)
3)
Simplisia Mineral
Simplisia
berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan
cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni (serbuk seng dan serbuk
tembaga). (Gunawan, 2004).
Pada dasarnya pembuatan obat tradisional
memiliki prinsip yang sama dengan pembuatan obat sintetik pada umumnya. Hanya
saja, pada pembuatan obat tradisional bahan baku (raw material) yang berupa
simplisia ataupun ekstrak perlu mendapatkan perhatian yang lebih dalam
prosesnya. Pada proses pembuatan obat tradisional, simplisia atau pun ekstrak
yang digunakan sebagai bahan bakunya harus telah memenuhi persyaratan mutunya,
baik parameter standar umum (kadar air,kadar abu, susut pengeringan dan bobot
jenis) maupun parameter standar spesifik (organolepik, senyawa pelarut dalam
pelarut tertentu, uji kandungan kimia ekstrak dan pentapan kadar). Standarisasi
dilakukan agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang akhirnya dapat
menjamin efek farmakologi tanaman tersebut (Depkes RI, 1992).
Dalam hal
simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap dikonsumsi langsung, dapat
dipertimbangkan tiga konsep untuk menyusun parameter standar mutu simplisia
yaitu sebagai berikut (Dirjen POM, 1989):
1.
Bahwa simplisia sebagai
bahan kefarmasian seharusnya mempunyai tiga parameter mutu umum suatu bahan
(material), yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas dari
kontaminasi kimia dan biologis), serta
aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan transportasi).
2.
Bahwa simplisia
sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat tetap diupayakan
memiliki tiga paradigma seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu
QualitySafety-Efficacy (mutu-aman-manfaat).
3. Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung jawab terhadap respons biologis untuk mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan.
BAB II
METODE KERJA
II.I Alat dan Bahan
II.I.I Alat
1.
Desikator
2.
Kertas saring
3.
Krus
4.
Tanur
II.I.II Bahan
1.
Hcl
2.
Sampe
II.II Cara Kerja
Kadar
Abu Total
1.
Ditimbang zat sebanyak 1 gram
2.
Dimasukkan kedalam krus yang telah
dipanaskan/strerilisasi selama 1 jam pada suhu 105ºC dan ditara (A0), diratakan
3.
Dipijar zat dengan suhu dinaikan secara
perlahan-lahan hingga suhu 600ºC selama 6 jam atau hingga arang habis,
didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang berat abu (A1)
4.
Dihitung kadar abu dalam persen terhadap berat
sampel awal
Kadar
Abu Tidak Larut Asam
1.
Diperoleh abu pada penetapa kadar abu, kemudian
didihkan dengan 25 ml HCl encer selama 5 menit.
2.
Dikumpulkan bagian yang tidak larut asam
3.
Disaring melalui kertas saring bebas abu yang
sudah ditimbang (C), kemudian dicuci dengan air panas
4.
Dipisahkan hingga bobot tetap, ditimbang (A1)
5.
Dihitung kadar abu yang tidak larut dalam asam
terhadap bahan sampel awal
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
III.I
Data
Pengamatan
|
|
|
KADAR ABU TOTAL |
|
|
|
Replikasi |
Bobot
Simplisia (B) |
B. Cawan Kosong Konstan (g) (A0) |
Bobot Abu + Kurs Konstan (g) (A1) |
Kadar (%) |
|
1 |
1,0042 |
31,0227 |
31,1492 |
0,125 |
|
2 |
1,0017 |
36,1614 |
36,1932 |
0,031 |
|
3 |
1,0027 |
37,3362 |
37,3621 |
0,025 |
|
|
KADAR ABU TIDAK LARUT ASAM |
|
|||
|
Replikasi |
Bobot Simplisia (B) |
B. Cawan Kosong
Konstan (g) (A0) |
B. Kertas Saring (g) (C) |
Bobot Abu + Kurs Konstan (g) (A1) |
Kadar (%) |
|
1
|
1,0014
|
29,2625
|
0,6635
|
29,4564
|
18,8592 |
|
2
|
1,0023
|
26,4564
|
0,6229
|
26,6981
|
23,6422 |
|
3
|
1,0033
|
27,6239
|
0,6433
|
27,8137
|
18,4303 |
III.II Perhitungan
Kadar
Abu Total
Rumus =
= 0,125%
Kadar
Abu Tidak Larut Asam
III.III Pembahasan
Simplisia adalah bahan alamiah yang
dipakai sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga atau yang
baru mengalami proses setengah jadi, seperti
pengeringan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan
simplisia pelikan atau mineral.
Pada praktikum kali ini yaitu melakukan
pengujian kadar abu. Kadar abu ini bisa untuk menetapkan tingkat pengotor
simplisia oleh kandugan logam – logam dan silikat. Pengujian kadar abu terdiri
dari kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam. Karakterisitik pada
simplisia yaitu bahan baku obat harus memenuhi monografi yang terdapat dalam
farmakope herbal indonesia. Sedangkan standarisasi merupakan proses penjaminan
obat agar mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan
terlebih dahulu untuk dapat menjamin mutu dari simplisia tanaman obat.
Kandungan abu yaitu hasil sisa pada pembakaran
suatu bahan organik dan mineral yang terdapat didalam simplisa. Kadar abu total
merupakan salah satu parameter kualitas dari suatu ekstrak, tujuan dari
perhitungan kadar abu ini yaitu agar mengetahui mineral yang terkandung dalam
internal ataupun eksternal yang dapat terkontaminasi dari awal sampai akhir
pembuatan.
Pada pengujian kadar abu total yaitu
dengan 3 replikasi. Replikasi yang pertama yaitu menunjukan jumlah kadar abu
toyal yang terkandung yaitu 0,125%. Kemudian pada replikasike 2 yaitu sebanyak
0,031%. Dan pada repliakasi ke 3 yaitu 0,025%. Berdasarkan perbandingan dengan
hasil percobaan, semakin rendah kadar abu total yang diperoleh maka kandungan
mineral dalam bahan juga semakil kecil. Karena mineral yang terkandung
merupakan pengotor alias mineral toksik, maka kadar abu yang paling rendah
adalah yang paling baik.
Pada penujian
kadar abu tidak larut asam yaitu dengan 3 replikasi. Replikasi pertama
menunjukan kadar sebanyak 18,8592%. Dan kadar replikasi ke 2 sebanyak 23,6422%.
Kemudian pada replikasi ke 3 sebanyak 18,4303%. Kadar abu tidak larut asam
menunjukan bahwa adanya konstaminasi mineral atau logam yang tidak larut asam
dalam produk. Tingginya kadar tidak larut asam menunjukan adanya kandungan
silikat yang berasal dari tanah atau pasir, tamh dan unsur logam perak, timbal
dan merkuri
BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum adalah sebagai
berikut:
1. Pada
mutu simplisia dilakukan salah satu cara yaitu standarisasi simplisia
2. Semakin
tinggi kadar abu total yang diperoleh maka kandungan mineral dalam bahan juga
semkain tinggi
3. Standarisasi
dibutuhkan agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang akhirnya dapat
menjamin efek farmakologi tanaman
4. Kadar
abu tidak larut asam mencerminkan adanya konstaminasi mineral atau logam yang
tidak larut asam dalam satu produk
DAFTAR PUSTAKA
•
Depkes RI.1979.Farmakope Indonesia Edisi ke III.Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
•
Dirjen POM.1985.Cara Pembuatan Simplisia.Jakarta: Depkes RI
•
Gunawan, D. M.2004.Ilmu Obat Alam.Jakarta: Swadaya
• Departemen
Kesehatan RI. (1992). Cara Pembuatan Obat
Tradisional Yang Baik.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.

Komentar
Posting Komentar